Danau Kelimutu, Salah Satu Wisata Andalan Flores

Dnau Kelimutu, salah satu keindahan Flores yang sempat diabadikan kedalam uang kertas, kali ini saya beresempatan mengunjunginya. Perjalanan dimulai dari desa Moni yang merupakan titik awal sebelum perjalanan menuju Gunung Kelimutu.

Matahari masih bersembunyi di peraduan ketika saya dijemput di homestay. Kita langsung berangkat menembus dinginnya pagi menuju rumah para arwah itu, medan yang harus dilalui adalah punggungan bukit yang teris menanjak dan berkelok-kelok, jaket saya yang tebalpun tetap tertembus oleh dinginnya pagi, di beberapa tempat kami melalui kabut tebat hingga jarak pandang hanya beberapa meter kedepan, diapun bercerita kenapa dia datang agak lambat karena percuma untuk naik pagi-pagi kita juga tidak akan bertemu sunrise karena tertutup kabut tebal seperti sekarang.

Kurang lebih 45 menit kami akhirnya kita sampai di pintu masuk, namun dia tetap terus dan tidak berhenti untuk membeli karcis masuk hingga kita diteriaki oleh yang jaga namun kita tetap terus, membuat saya yang di belakang menjadi deg-degan. Dia bilang “Kalau diaorang ambil kita punya uang, nanti sapunya bapak yang ambil kembali” dengan logat timurnya yang khas, ternyata ayahnya adalah salah satu tetua adat yang berpengaruh di sana.

Tak lama kita sampai juga di parkiran, di sini terlihat sepi, hanya ada satu orang yang sedang duduk di atas motor, mungin ojek yang sedang menunggu tamunya. Selain itu hanya ada dua buah mobil yang sedang terparkir. Tanpa membuang waktu kita segera jalan mengikuti jalur yang telah disemen, di beberapa tempat ada tempat sampah yang tersedia. Sekitar sekitar 15 menit berjalan akhirnya kita sampai juga di Danau Kalimutu, namun kita harus naik ke bibir kawah untuk melihat airnya. 

Danau yang pertama kita temui adalah yang berwarna  biru muda, bernama Tiwu Ata Polo atau menurut kepercayaan masyarakat sekitar merupakan tempat bersemayamnya arwah orang yang telah meninggaldan selama hidupnya melakukan kejahatan atau tenung, tampak ada beberapa bule yang sedang duduk-duduk beristirahat dan tampaknya mereka rombongan keluarga dari Francis. Kaetika saya datang sekitar danau ini masih berkabut lalu saya memutuskan untuk menuju puncak terlebih dahulu kemudian kembali lagi ke sini.

Jalan untuk menuju punjak sudah lumayah bagus, terdapan dua jalur jalan yang sudah di semen sebelum kita mendaki menggunakan tangga sampai di puncak, di tengan ada sebuah papan yang bertuliskan “Danau Tiwu Nuamuri Koofai” dan merupakan petunjuk tentang keberadaan danaunya yang berwarna hijau di kejauhan.

Terus melangkahkan kaki menuju punjak akhirnya tugu triangulasi dapat kita capai, di sini Cuma ada seorang penjual kopi yang berselimutkan kain khas Flores yang tebal. Akhirnya bisa juga mengapai punjak gunung setelah sebelumnya gagal untuk menapakan kaki di Mahameru, puncak tertinggi di Pulau Jawa. Puncak Gunung Kelimutu ini sudah dikelola sedemikian rupa oleh pemerintah, di sini dibangun sebuah tugu yang dikelilingi oleh undakan-undakan yang bisa digunakan untuk duduk sambil menunggu sunrise di sini, untuk keamanan tempat ini juga dikelilingi pagar yang terbuat yang terbuat dari besi. Dan ada sebuah prasasti yang berjudulkan  “Perubahan Alam, Kepercayaan abadi”.

Dan di dalamnya berisi tulisan “Masyarakat percaya bahwa jiwa/arwah akan datang ke Kelimutu setelah seseorang meninggal dunia, jiwanya meniggalkan kampungnya dan tinggal di Kelimutu untuk selama-lamanya. Sebelum masuk ke dalam salah satu danau atau kawah, para arwah tersebut terlebih dahulu menghadap Konde Ratu selaku penjaga pintu masuk di Perekonde. Arwah tersebut masuk ke salah satu danau/kawah yang ada tergantung usia dan perbuatannya. Ketiga danau atau kawah seolah-olah bagaikan dicat berwarna. Warna airnya berubah-ubah tanpa tanda alami sebelumnya. Mineral yang terlarut dalam air menyebebkan warna air tidak dapat diduga sebelumnya. Suasana Kelimutu berfarisai, tidak hanya perbedaan dan perubahan warna danau, akan tetapi juga karena cuaca. Tidak aneh jika tempat yang keramat ini menjadi legenda yang sejak lama berlangsung turun temurun. Masyarakat setempat percaya bahwa tempat ini sakral. Hormatilah tempat khusus ini dengan tidak merusak atau mengotori dan tetaplah di jalan setapak yang ditentukan.

Dari puncak ini kita juga bisa melihat danau atau kawahnya yang berwarna itam ketika saya datang kesana, masyarakat juga percaya bahwa di dalam kawah yang bernama “Tiwu ata Mbupu” inilah bersemayam atau berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal. Danau ini terlihat cantik dengan dinding tebingnya yang curam yang berwarna putih serta pohon-pohon cemara yang berwarna hijau sungguh kontras dengan airnya yang berwarna hitam.

Di puncak ini saya duduk menikmati keindahan Danau tiga warna yang ada dalam uang kertas kita dahulu sambil berbincang-bincang dengan teman sekaligus ojek dan guide saya, ternyata dia sudah lulus SMA dan juga ingin melanjutkan kuliah dengan jurusan Olahraga. Sambil ditemani oleh kofi Flores untuk membantu menghangatkan badan. Kemudian ada empat orang yang datang dan mereka warga lokal dari Ende  yang kebetulan lewat dan singgah di sini, bahkan mereka sampai membawa helmnya sampai ke puncak, kayaknya disini juga ada razia helm..:-)

Awal mulanya daerah ini diketemukan oleh orang lio Van Such Telen, warga negara Bapak Belanda Mama Lio , tahun 1915. Keindahannya dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan dalam tulisannya tahun 1929. Sejak saat itu wisatawan asing mulai datang menikmati danau yang dikenal angker bagi masyarakat setempat. Mereka yang datang bukan hanya pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka itu. Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional sejak 26 Februari 1992.

Tak lupa saya juga untuk berfoto sebagai kenang-kenangan, namun karena cuma membawa lensa fix saya tidak bisa mengabadikan kebeluruhan danau, namun saya mengakalinya dengan membuat foto fanorama kemudian saya berencana untuk menggabungnya setelah tiba kembali di rumah. Setelah puas saja kembali turun untuk kembali ke danau yang pertama tadi, namun ternyata masih saja ada kabut yang menghalangi. Akhirnya saya lihat-lihat sebentar kemudian kembali turun untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya yaitu pemandian air panas dan air terjun yang akan kita lalui dalam perjalanan pulang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

Open chat